Bagi
kami, anak anak muda di kampung ini yang umurnya tak lebih dari tiga puluh
tahun, nama Anong Lapok hanyalah sebuah cerita. Sebuah nama yang lahir dari
bincang mulut ke mulut yang kemudian menjadi legenda rekaan yang ceritanya
telah kami dengar turun temurun. Tapi bagi sebagian besar orang disini, mayoritas
yang telah berusia sepuh, Anong Lapok tak hanya sekedar tokoh fiktif. Sosok dan
namanya bagi mereka memang benar benar ada. Nyata dan tak terbantahkan. Entahlah.
Yang pasti kami tak mau mendebatkan soal itu. Bisa tulah kami, nantinya.
Legenda
tentang Anong Lapok memang telah menjadi cerita turun temurun di kampung kami.
Cerita tentang seorang pemuda lapuk yang mengakhiri hidupnya di hutan, setelah
pinangannya ditolak oleh sang gadis pujaan. Anong adalah pemuda yang baik, dia
juga dikenal sebagai pribadi yang ramah dan suka menolong warga kampung yang
sedang dalam kesusahan. Anong hanya tinggal berdua bersama ibunya di pinggir
hutan. Dia tak pernah melihat ayahnya karena beliau meninggal ketika Anong
masih dalam kandungan.
Tidak
jelas siapa sebenarnya nama Anong. Yang pasti orang-orang kampung memanggilnya
dengan embel embel ‘Lapok’ (perjaka tua) di belakang namanya, karena sampai di
usia 40-an ia belum juga menikah. Sebenarnya dia tergolong pemuda yang gagah
pada jamannya, tapi entah kenapa soal jodoh Anong ketinggalan kereta. Sudah
banyak gadis yang mendambakan untuk hidup dengannya. Anehnya, ketika dilamar,
dari pihak si gadislah yang kemudian membatalkan pinangan tersebut dengan
alasan yang tak jelas.
Sampai
suatu saat, ketika pinangan Anong ditolak untuk yang kesekian kalinya, dia pun
tak kuasa menanggung dendam malu dan putus asa. Dia lantas memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya sendiri di hutan belantara yang angker dan sepi.
Dua
pemuda tanggung yang sedang berburu burung di hutan menemukkan jasad Anong
sudah tak bernyawa. Tubuhnya menjuntai di bawah dahan pohon beringin dengan
leher terjerat seutas tali. Ada yang bilang kalau Anong Lapok sengaja
mengakhiri hidupnya karena kecewa. Tapi ada juga yang berpendapat kalau Anong
di pengaruhi dan dituntun sama roh jahat yang ada di hutan untuk berbuat
senekad itu.
Sejak
kematian Anong Lapok yang misterius, hutan yang sudah angker itu semakin bertambah
menyeramkan. Makanya, menurut petuah orang-orang tua, jangan pernah mencari
kayu atau berburu burung di hutan sendirian. Berbahaya! Hingga kini cerita itu
terus bergulir dan telah mengalami beberapa kali pergeseran cerita yang patut
dipertanyakan kebenarannya.
Yang pasti, cerita Anong Lapok akan kembali
mencuat manakala ada anak-anak yang berani berkeliaran di hutan sendirian dengan
alasan apapun. Karena itu, suka atau tidak suka, kalau ke hutan kami harus didampingi
orang tua atau orang yang lebih tua dari kami.
“Nanti kalian sesat dan ketemu Anong
Lapok.”
“Apa kalian tidak takut di mangsanya
nanti?”
“Tubuhnya
besar tinggi dan berbulu seperti Orang Utan.”
“Giginya
seperti kapak. Besar besar dan tajam.”
“Sekali
kalian tertangkap, mungkin kalian hanya akan tinggal nama setelah itu.”
Begitulah
definisi tentang sosok Anong Lapok yang kerap kami dengar. Lama-lama
cerita-cerita itu kemudian menjadi pantangan yang menghantui benak kami. Sugesti
alam. Mungkin kami terlalu naif dengan menjadikannya sebagai petuah orang tua yang
tak boleh di langgar. Di otak kami sudah terlanjur lamur dan terkontaminasi
dengan doktrin, kalau hutan lebat yang ada di seberang kampung memang ada
penghuninya. Hantu Anong Lapok.
0 comment(s) to... “ANONG LAPOK (Majalah Joe Fiksi April 2013)”
0 comments:
Post a Comment